Ayo..!Aku masih diam saja. Aku tertipu. Bokeb Ia menyenggol kepala juniorku. Bergantian Wien kini telentang.“Pijit saya Mas..!” katanya melenguh.Kujilati payudaranya, ia melenguh. Dadaku berguncang. Atau mau gunting? Aku berhasil. Tidak pasang wajah perangnya.“Kayak kemarinlah..,” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.Begitu kebetulankah ini? Membuang napas. Mengapa kancing baju cuma tujuh?Hah, aku ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Tetapi sejak tadi aku tidak melihat wanita yang lehernya berkeringat yang tadi mengerlingkan mata ke arahku. Nafasnya tercium hidungku. Aku menyesal mengutuk ibu ketika pergi. Aku tidak dapat lagi memandanginya.Kantorku sudah terlewat. Kaki kusandarkan di tembok yang membuat ia bebas berlama-lama membersihkan bagian belakang pahaku. Tetapi eh.., diam-diam ia mencuri pandang ke arah juniorku.




















