Aku menengadah.“Haus!” jawabku singkat.Tangan Mbak Lia bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Film Porno Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. OK?”Aku mengangguk. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.“Saya suka kaki Mbak. Hisap! Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku.




















